Aktivis dan Pemuda Melakukan Aksi Damai Mendesak Standard Chartered Menghentikan Pendanaan ke Adaro

Aktivis dan Pemuda Melakukan Aksi Damai Mendesak Standard Chartered Menghentikan Pendanaan ke Adaro

Jakarta – Banjarmasin, 19 April 2022 – Sejumlah aktivis dari komunitas lingkungan dan anak muda
melakukan aksi damai di Jakarta dan Kalimantan pagi ini guna mendesak Standard Chartered agar
segera menghentikan segala jenis pembiayaan proyek bahan bakar fosil termasuk ke Adaro Energy
Indonesia. Aksi damai ini berdekatan dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Standard
Chartered di London, tanggal 4 Mei.


Jeri Asmoro, juru kampanye digital dari 350.org Indonesia mengatakan, “Bank-bank yang masih
mendanai Adaro intinya berinvestasi untuk memastikan keparahan krisis iklim. Anak muda di
Indonesia sudah aware akan krisis iklim. Bank-bank dan investor batu bara harus memilih apakah
mereka akan mendukung keberlanjutan kemanusiaan atau memperkaya elit batu bara.”


Generasi muda berada di garis terdepan untuk isu krisis iklim, “anak muda akan menjadi kelompok
yang paling terdampak oleh konsekuensi krisis iklim. Krisis iklim adalah hal yang urgen dan bank-
bank seharusnya membantu mencegah krisis iklim, bukan memperparah dengan mendanai batu
bara. Bank-bank harus berhenti mendanai batu bara, karena kalau bank-bank gagal, masa depan kita
lah yang akan terdampak” tambah Azka, Manager dari Enter Nusantara.


Standard Chartered Mengumumkan Komitmen Net Zero 2050, Pendanaan Batubara berlanjut


Meskipun Standard Chartered sudah mengumumkan komitmen untuk mencapai Net Zero di tahun
2050, Standard Chartered ternyata masih mendanai perusahaan yang bergerak dan memperluas
proyek batubara dan fosil. Standard Chartered telah menyalurkan pendanaan hampir lebih dari $40
miliar untuk proyek fosil sejak penandatanganan perjanjian Paris di tahun 2015.


International Energy Agency (IEA) menyatakan bahwa untuk mencapai target net zero di tahun 2050,
tidak bisa lagi ada penambahan dan ekspansi tambang batu bara, pembangunan PLTU batu bara
ataupun proyek minyak dan gas baru. Akan tetapi Standard Chartered masih menyalurkan pinjaman
ke perusahaan fosil, antara lain: $3.49 miliar untuk proyek LNG Scarborough-Pluto, dan pinjaman
sindikasi sebesar $400 juta untuk Adaro di April 2021.


Aktivis mendesak bank-bank untuk mengikuti skenario net zero IEA. Mereka mendesak Standard
Chartered untuk berhenti menyediakan pendanaan ke Adaro atau segala jenis dukungan untuk
perusahaan fosil.


Melissa Kowara, Juru Kampanye dari Extinction Rebellion Jakarta mengatakan, “bank-bank yang
masih mendanai batu bara intinya sedang mendanai kepunahan manusia. Sains sudah sangat jelas.
Kalau kita ingin berhasil membatasi kenaikan temperatur ke 1,5 derajat celcius, tidak boleh lagi ada
infrastruktur bahan bakar fosil baru maupun ekspansi batu bara. Pendanaan batu bara oleh Standard
Chartered sama saja seperti mendanai krisis iklim”.

Standard Chartered Mendanai Adaro


Desakan terbesar di aksi damai ini diarahkan ke isu pendanaan Standard Chartered ke Adaro. Adaro
adalah perusahaan batu bara kedua terbesar dan pemilik konsesi batu bara (Tutupan, Paringin, dan
Wara) kedua terbesar di Indonesia. Adaro menyatakan akan meningkatkan produksi batu bara
mereka di tahun 2022 ini. Hal ini berlawanan dengan skenario IEA Net Zero 2050, yang
merekomendasikan untuk menurunkan produksi batu bara agar emisi dari batu bara turun.


Nabilla Gunawan, Juru Kampanye Indonesia dari Market Forces mengatakan, “pendanaan Standard
Chartered terhadap Adaro dan proyek bahan bakar fosil lainnya berlawanan dengan komitmen Net
Zero 2050 yang sudah ditetapkan sendiri oleh Standard Chartered. Untuk mencapai Net Zero 2050,
seharusnya sudah tidak ada lagi ekspansi batu bara setelah 2021. Tetapi Standard Chartered masih
saja mendanai Adaro, perusahaan batu bara yang tidak memiliki rencana dengan target yang terukur
untuk menurunkan produksi maupun rencana konkret untuk transisi keluar dari batu bara. Standard
Chartered tertinggal dibanding bank-bank lain yang sudah berkomitmen untuk exit fossil fuel,
Standard Chartered harus keluar dari pendanaan Adaro secepatnya.”


Di tingkat global, bank-bank yang lebih besar dari Standard Chartered sudah melakukan komitmen
untuk keluar dari proyek bahan bakar fosil. Contohnnya, Bank ING dari Belanda, sudah menetapkan
target untuk menghentikan seluruh pendanaan ke proyek minyak dan gas bulan lalu. Sejak 2021, ING
berhenti mendukung bisnis Adaro.


Aktivitas tambang Adaro sangat berkaitan dengan bencana dan kerusakan lingkungan dan bencana
alam yang terjadi di Kalimantan Selatan. Di tahun 2021, setidaknya 24 orang meninggal, dan lebih
dari 113,000 orang terpaksa mengungsi karena bencana banjir. Pembukaan lahan tambang batubara
merombak tata air alami dan merusak kualitas air setempat diduga menjadi salah satu penyebab
utama banjir ini. “Ketersediaan dan kualitas air bersih bagi warga juga menurun sehingga timbul risiko
bencana longsor dan banjir,” jelas Kisworo Dwicahyono, Direktur Eksekutif WALHI Kalsel.


Di samping itu, penggusuran oleh perusahaan tambang dan konflik lahan sering terjadi, seperti konflik
yang terjadi di Desa Wonorejo Kecamatan Juai Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan.
“Penggusuran sering sekali dilakukan oleh perusahaan tambang, seperti Adaro. Bahkan perluasan
lahan tambang Adaro berhasil menghilangkan desa Wonorejo,” tambah Kisworo.


Kelompok lingkungan dan kelompok pemuda iklim mempertanyakan komitmen reklamasi Adaro.
“Ekstraksi batu bara meninggalkan open-pit. Sejauh ini, baru 18% open pit yang telah di reklamasi.
Padahal Adaro wajib mereklamasi 100% open-pit sebelum masa akhir kontrak di bulan Oktober 2022.
Slogan Standard Chartered “Here for Good” seperti slogan kosong jika terus melanjutkan pendanaan
untuk perusahaan yang merusak komunitas dan lingkungan hidup kami, seperti Adaro,” tutup
Kisworo.

Kontak:
Nabilla Gunawan, Market Forces di nabilla.gunawan@marketforces.org.au
Kisworo Dwi Cahyono, Walhi Kalimantan Selatan +6281348551100

walhikalsel

Non-Governmental Organization

Tinggalkan Balasan

Close Menu