Banjarbaru, 9 Juli 2025 – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Selatan gelar acara bedah buku “Surat-surat Perjalanan dari Kalimantan Barat-Kalimantan Timur” yang ditulis oleh Muhammad Yasir di Sekretariat Walhi Kalsel, Banjarbaru pada Selasa, (8/7).
Bedah buku ini dilaksanakan melalui kolaborasi dengan berbagai komunitas dan lembaga di antaranya AJI Balikpapan Biro Banjarmasin, Pustaka Loka, Gema Aksara dan Liberta. Meski agenda ini merupakan bedah buku pertama yang digelar pada 2025. Namun, kegiatan ini tampak sangat hidup karena beragamnya peserta yang hadir. Dari pelajar mahasiswa, jurnalis hingga sastrawan senior.

Kegiatan ini dihadiri puluhan peserta yang juga dari beragam usia. Buku yang ditulis Muhammad Yasir dengan emosional ini ternyata cukup mampu membuka ruang diskusi yang menarik bagi peserta. Kritik dan otokritik bermunculan dalam diskusi sehingga tidak hanya membahas karya tetapi juga menciptakan ruang refleksi.
Karya Yasir, sebutan akrabnya sedikit memberikan gambaran dan menceritakan apa yang hari ini terjadi di tanah Kalimantan. Bagaimana ekspansi kapital yang ekstraktif berdampak pada berbagai dimensi kehidupan. Bukan hanya aspek ekologi, tetapi beririsan juga dengan aspek ekonomi, sosial dan politik. Meski, sebagian menganggap muatan pembahasan atau informasi dalam buku ini cukup berat ada juga yang memahami secara emosional yang ditulis olehnya.

Dalam diskusi Yasir juga mencoba memantik “perkelahian” gagasan dan pandangan yang berkaitan dengan apa yang ditulisnya. Bukan hanya soal teknik penulisan karya saja, tetapi juga substansi yang ingin ia sampaikan melalui karyanya.
“Bagi pembaca buku ini barangkali bisa jadi tersengit atau menangis ketika membacanya, karena bagi saya sendiri itu adalah keindahan yang lain yang terjadi pada masyarakat yang dicekik oleh industri-industri ini,” ujarnya.
Direktur Eksekutif daerah Walhi Kalsel, Raden Rafiq menyampaikan juga beberapa persoalan yang kerap terjadi di wilayah-wilayah yang bergantung pada industri ekstraktif seperti pertambangan batubara dan perkebunan besar sawit.
Dinamika hadirnya investasi ekstraktif menurutnya kerap menimbulkan masalah baru seperti konflik agraria hingga kriminalisasi. Terlebih mayoritas perusahaan tidak mengindahkan daya dukung dan daya tampung lingkungan sehingga berdampak pada aspek-aspek lainnya.
“Industri (ekstraktif) ini kerap menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan yang tentunya sangat jauh dari harapan bahwa investasi itu hadir untuk membawa kesejahteraan ekonomi seperti yang dijanjikan,” terangnya.
Walhi Kalsel dalam berbagai kesempatan juga terus mengingatkan bahwa situasi ruang Kalsel saat ini tidak baik-baik saja karena separuhnya telah dibebani berbagai izin industri ekstraktif. Kondisi ini yang harusnya menjadi perhatian bersama terus menerus. Karena keberlanjutan lingkungan menjadi dasar yang menopang mimpi-mimpi dan harapan antar generasi. Bahwa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bukan hanya milik generasi hari ini tetapi lintas generasi.
Bagi kawan-kawan yang ingin mengakses karyanya silahkan kontak penulis melalui instagram @m_yasir94