You are currently viewing Pulihkan Indonesia: Akhiri Represi dan Kembalikan Hak Serta Keadilan Bagi Seluruh Rakyat

Pulihkan Indonesia: Akhiri Represi dan Kembalikan Hak Serta Keadilan Bagi Seluruh Rakyat

Pernyataan Sikap Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengecam keras tindakan represif yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Republik Indonesia terhadap peserta aksi demonstrasi yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025 di berbagai kota. Tindakan ini melanggar hak-hak dasar warga negara dan mencerminkan kegagalan negara dalam merespons aspirasi publik secara adil dan demokratis.

Pernyataan Presiden Prabowo yang menuding demonstrasi sebagai tindakan makar dan terorisme berpotensi memperkuat legitimasi kekerasan aparat. Pendekatan retoris yang menebar ketakutan dan menutup ruang dialog bukanlah bentuk kepemimpinan yang solutif. WALHI mendesak Presiden untuk mencabut izin penggunaan kekuatan berlebih oleh Polisi dan TNI, karena hanya akan memperluas lingkaran kekerasan dan menambah korban jiwa.

Demonstrasi ini merupakan ekspresi politik yang sah dan dijamin oleh konstitusi. Ia lahir dari keresahan kolektif atas berbagai persoalan struktural yang diabaikan pemerintah, seperti perampasan ruang hidup dan ketimpangan pengelolaan sumber daya alam.

Namun, bukannya membuka ruang dialog yang konstruktif dan menunjukkan empati terhadap aspirasi rakyat, pemerintah justru memilih pendekatan koersif yang berujung pada hilangnya nyawa warga seperti Affan Kurniawan, pengemudi ojek online di Jakarta, hingga Rheza Shendy, mahasiswa di Yogyakarta.

Gelombang protes ini merupakan akumulasi kekecewaan terhadap DPR yang selama satu dekade mengesahkan regulasi yang memperlemah perlindungan lingkungan dan memperkuat eksploitasi ruang hidup. UU Cipta Kerja, KSDAHE, IKN, dan revisi UU Minerba adalah contoh
kebijakan yang diabaikan proses partisipatifnya. Di tengah ketimpangan tersebut, DPR justru menikmati kenaikan tunjangan dan fasilitas, memperlebar jarak antara wakil rakyat dan rakyat.

Begitu juga dengan pola kekerasan yang dilakukan oleh Polri yang menunjukkan transformasi institusi ini menjadi alat represi negara. Dalam catatan WALHI, sejak 2014 hingga 2024, terdapat 1.131 kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan. Ini bukan penegakan hukum yang berkeadilan, melainkan upaya sistematis membungkam demokrasi dan partisipasi publik dalam proses politik.

Atas situasi yang semakin mengkhawatirkan ini, WALHI menyampaikan tuntutan sebagai berikut:

  1. Pemerintah dan DPR RI secara bersama-sama menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada semua pihak yang menjadi korban kekerasan polisi dan secara umum meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia;
  2. Pemerintah dan DPR RI secara bersama-sama memastikan pemulihan baik secara fisik dan psikis terhadap semua demonstran yang menjadi korban akibat tindakan represif oleh Polisi dalam merespon demonstrasi;
  3. Pemerintah dan DPR RI untuk segera mengambil langkah tegas dalam membebaskan seluruh individu yang ditahan karena berpartisipasi dalam aksi demonstrasi di berbagai daerah, serta memastikan semua anggota Polisi dan TNI yang terlibat melakukan kekerasan diadili secara transparan dan akuntabel;
  4. DPR RI untuk melakukan evaluasi terhadap fungsi dan etika kelembagaan yang selama ini dijalankan. Hentikan serta mengevaluasi semua proses legislasi yang ugal-ugalan seperti Pembahasan RUU KUHAP, RUU Kehutanan, RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan, Pengesahan UU TNI yang tidak mencerminkan aspirasi rakyat dan jauh dari prinsip pemenuhan hak asasi manusia;
  5. Pemerintah melakukan evaluasi dan menghentikan semua kebijakan yang tidak berkeadilan bagi masyarakat seperti Proyek Strategis Nasional (PSN), Penertiban Kawasan Hutan, Pertambangan di Pulau-Pulau Kecil, Pembangkit Listrik Energi Fosil dan semua bentuk kebijakan yang berkontribusi terhadap hilangnya wilayah kelola rakyat dan merusak lingkungan hidup;
  6. Pemerintah dan DPR RI secara bersama-sama dengan prinsip partisipasi bermakna untuk segera merealisasikan proses legislasi peraturan perundang-undangan yang berpihak kepada rakyat seperti UU Keadilan Iklim, UU Masyarakat Adat, UU Partisipasi Publik atau UU Anti-Slapp dan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga;
  7. Pemerintah dan DPR RI harus segera melakukan Reformasi Polri secara struktural, kultural, dan instrumental. Polri seharusnya menjalankan fungsinya melakukan penegakan hukum terhadap korporasi yang menyebabkan kehancuran lingkungan dan melakukan perampasan sumber daya alam;
  8. Pemerintah dan DPR RI memastikan tidak ada keterlibatan TNI melalui tugas pembantuan dalam merespon aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat dimanapun karena berpotensi menambah kekerasan dan melahirkan korban;
  9. Seluruh lapisan masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan adanya aktor politik yang mencoba memanfaatkan situasi ini demi kepentingan sempit. Dalam masa krisis seperti sekarang, menjaga kemurnian perjuangan rakyat menjadi hal yang sangat penting. Jangan biarkan agenda politik yang tidak bertanggung jawab mengaburkan arah gerakan dan menjauhkan kita dari cita-cita bersama: keadilan sosial, keberlanjutan ekologis, dan demokrasi yang berpihak pada rakyat.

Indonesia, 1 September 2025

Tertanda;

  1. Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
  2. WALHI Bangka Belitung
  3. WALHI Riau
  4. WALHI Aceh
  5. WALHI Bengkulu
  6. WALHI Jambi
  7. WALHI Lampung
  8. WALHI Sumatera Barat
  9. WALHI Sumatera Selatan
  10. WALHI Sumatera Utara
  11. WALHI Nusa Tenggara Barat
  12. WALHI Nusa Tenggara Timur
  13. WALHI Bali
  14. WALHI Maluku Utara
  15. WALHI Papua
  16. WALHI Jawa Timur
  17. WALHI Jawa Barat
  18. WALHI Jawa Tengah
  19. WALHI Yogyakarta
  20. WALHI Jakarta
  21. WALHI Kalimantan Barat
  22. WALHI Kalimantan Selatan
  23. WALHI Kalimantan Timur
  24. WALHI Kalimantan Tengah
  25. WALHI Sulawesi Tengah
  26. WALHI Sulawesi Barat
  27. WALHI Sulawesi Selatan
  28. WALHI Sulawesi Tenggara
  29. WALHI Sulawesi Utara
  30. WALHI Gorontalo

Narahubung:

  1. Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional WALHI
  2. Fanny Tri Jambore, Kepala Divisi Kampanye WALHI
  3. Teo Reffelsen, Manager Hukum dan Pembelaan WALHI

Walhi Kalimantan Selatan

Non-Governmental Organization

Tinggalkan Balasan