Lubang Pasca Tambang, Destinasi Maut Warga Kalsel
Lokasi korban tenggelam di lubang tambang milik PD Baramarta

Lubang Pasca Tambang, Destinasi Maut Warga Kalsel

Banjarbaru, 14 Juni 2020 – Satu lagi korban mati tenggelam di lubang tambang batubara di Kalimantan Selatan. Diketahui bahwa lubang maut itu tidak ditutup oleh pemiliknya.

Pria bernama Kasyful Anwar (40) warga Desa Pakutik, Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar dikabarkan tenggelam di lubang tambang di perbatasan Desa Rantau Nangka dan Desa Pakutik, Kabupaten Banjar pada Jum’at siang (12/6). Minggu (16/6) sekitar pukul 10.00 Wita, dikabarkan korban telah ditemukan dalam keadaan tak bernyawa mengapung ke permukaan.

Melalui pemeriksaan Walhi Kalsel pada peta izin tambang di wilayah Kalsel, diketahui bahwa titik koordinat lubang tempat tenggelamnya korban berada di konsesi PD Baramarta. Baramarta ialah Perusahaan Daerah milik Kabupaten Banjar pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) berstatus Operasi Produksi.

Selanjutnya pemeriksaan lubang tambang itu dilakukan melalui peta citra satelit Google Earth tahun 2018. Ditemukan genangan air asam tambang seluas 20 hektar dari lubang dengan panjang 963 meter dan keliling 2.243 meter. Terpantau pada citra lubang tambang ini memang sudah ditinggalkan tanpa ditutup.

Peta bukaan tambang PD Baramarta Tahun 2018

Melihat peta citra sepuluh tahun sebelumnya—tepatnya di 2009—Baramarta Masih terlihat beroperasi di wilayah ini sampai beberapa tahun berikutnya. Terukur saat itu luas lahan terbuka milik baramarta seluas 104 hektar dan genangan air asam tambang seluas 5,25 hektar di lubang sepanjang 688 meter. Di 2012 terlihat sudah dilakukan reklamasi pada bukaan tambang, namun tidak pada lubang tambang. Lubang tambang masih saja menganga.

Peta bukaan tambang PD Baramarta Tahun 2009

Lubang tambang Baramarta berhimpitan dengan sungai bahkan menyatu di beberapa sisinya. Hal ini juga jelas bertentangan dengan regulasi yang mengatur perlindungan sempadan sungai. Misalnya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, di sana diatur tentang sempadan sungai paling sedikit 50 meter kiri dan kanan sungai untuk sungai kecil dan sampai 500 meter untuk sungai besar. Sempadan sungai yang fungsinya untuk konservasi tidak seharusnya juga ditambang.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Pasca Tambang, perusahaan tambang seharusnya menutup lubang tambang setelah melakukan pengerukan. Namun, adanya kubangan air asam tambang sepanjang hampir satu kilometer di konsesi Baramarta ini menunjukkan bahwa tindakan reklamasi tidak dilakukan sepenuhnya sehingga memakan korban.

Walhi Kalsel menuntut Baramarta untuk bertanggung jawab atas korban yang mati tenggelam dan menutup lubang tambang miliknya. Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar harus mengutamakan keselamatan rakyat dengan mematuhi peraturan yang berlaku.

Baramarta yang diberitakan selalu memperoleh Proper Biru ternyata memiliki lubang bekas tambang yang mematikan. Ini merupakan indikasi bahwa kriteria dalam pemberian penghargaan itu berbeda dengan kondisi di lapangan. Walhi Kalsel juga menuntut Kementerian ESDM untuk mencabut status Proper Biru pada PD Baramarta. Pemberian penghargaan seperti itu nyatanya tidak berguna ketika ada korban mati tenggelam di lubang tambang Baramarta.

Selain memakan korban jiwa, lubang tambang yang mengandung air asam tambang (AAT) juga membahayakan kehidupan. AAT yang mengandung logam berat berbahaya jika dilepas ke sungai akan mencemari ekosistem sungai yang pada akhirnya juga berdampak buruk bagi manusia terutama bagi anak dan kesehatan reproduksi perempuan. Ada banyak kasus anak lahir cacat akibat ibunya bersentuhan dengan air tercemar logam berat.  

Peristiwa seperti ini—mati di lubang tambang dan pencemaran air—bisa terjadi lagi mengingat di Kalsel masih banyak lubang dan izin tambang. Izin-izin itu berada di dekat permukiman dan fasilitas umum yang membuat jarak aktivitas warga makin dekat dengan lubang tambang mematikan ini.

Di Kalsel ada 814 lubang tambang yang tersebar di delapan kabupaten. Kabupaten Banjar memiliki 117 lubang tambang sehingga menjadi urutan ketiga terbanyak setelah tanah bumbu (264 lubang) dan tanah laut (223 lubang). Lubang-lubang itu ada di dalam dan di luar konsesi. Terhitung ada 638 lubang berada di 123 konsesi. Artinya ada 176 lubang di luar konsesi yang diduga adalah pertambangan ilegal atau pertambangan tanpa izin (PETI).

Selain regulasi reklamasi yang tidak dipatuhi dan perusahaan licik yang tidak membayar jaminan reklamasi, ada berjejer peraturan yang sering dilanggar oleh perusahaan tambang. Satu diantaranya ialah Undang-Undang nomor 32 tentang Perlindungan dan Pengolaan Lingkungan Hidup. UU yang harusnya menjadi pedoman untuk dipatuhi malah dilanggar. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) hanya menjadi dokumen formal untuk melegitimasi eksploitasi.

Sudah seharusnya aktivitas pertambangan yang bersifat ekstraktif dan berisiko tinggi bagi keselamatan rakyat ini dihentikan. Selain pengrusakan bentang alam, tambang batubara juga merusak bentang politik. Batubara yang menopang oligarki juga merusak tatanan birokrasi yang menyebabkan tumpang tindih perizinan dan korupsi pejabat negara.

Sayangnya pemerintah tidak berkaca dari banyak kasus kematian di lubang tambang yang terjadi di berbagai tempat dan pengrusakan lingkungan hidup yang masif akibat pertambangan. Pemerintah justru memberikan karpet merah bagi pengusaha tambang melalui Undang Udang Minerba baru yang disahkan pada 12 Mei 2020 lalu. Pemerintah yang harusnya melindungi rakyat, malah merestui korban tambang barjatuhan dengan mengesahkan UU yang sama sekali tidak berpihak pada keselamatan rakyat dan melucuti hak-hak rakyat.

Walhi Kalsel mengajak masyarakat untuk terus mendorong pemerintah agar menghentikan industri kotor pertambangan mineral dan batubara, salah satunya dengan menolak regulasi yang hanya berpihak pada investasi namun mengabaikan keselamatan rakyat dan lingkungan hidup seperti UU Minerba ini.

Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono menyatakan mendesak Pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan pemegang izin tambang yang satu-persatu membunuh rakyat melalui lubang mautnya. “Saya mendesak Gubernur dan Kapolda Kalsel membentuk satuan tugas kejahatan tambang, lalu segera melakukan audit perizinan tambang agar tidak ada lagi korban” tegasnya.

Narahubung:
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono (0813-4855-1100)
Manajer Kampanye, M Jefry Raharja (0812-5346-8855)

walhikalsel

Non-Governmental Organization

Tinggalkan Balasan

Close Menu