You are currently viewing Aktivis Iklim Mendesak Adaro dan Investor Untuk Tinggalkan Batu Bara Sekarang!

Aktivis Iklim Mendesak Adaro dan Investor Untuk Tinggalkan Batu Bara Sekarang!

Jakarta, April 27, 2022 – Bertepatan dengan pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Adaro Energy Indonesia (Adaro) sejumlah aktivis melakukan aksi damai di depan gedung kantor Adaro pagi ini. Aksi tersebut mengangkat tema mudik dan lebaran yang bertujuan untuk mendorong Adaro untuk segera meninggalkan batu bara di tengah ancaman krisis iklim yang semakin nyata.

Adaro, selaku produsen batu bara kedua terbesar di Indonesia, masih menerima pendanaan dari beberapa bank yang mengaku telah memiliki komitmen net zero 2050. Tahun lalu, Adaro menerima pinjaman sindikasi sebesar US$400 juta dari bank domestik Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Mandiri, Bank Permata, dan bank multinasional seperti Sumitomo Mitsui Banking Corp, HSBC, Standard Chartered, Maybank, dan CIMB.  

Pendanaan ke Adaro ini sangat bertolak belakang dengan komitmen mayoritas bank-bank tersebut terkait komitmen net zero 2050. International Energy Agency (IEA) menyatakan bahwa untuk mencapai target net zero di tahun 2050, tidak bisa lagi ada penambahan dan ekspansi tambang batu bara.

Tahun ini Adaro berencana untuk meningkatkan produksi batu bara sebesar 58 – 60 juta ton. Angka yang lebih tinggi dibanding produksi dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 52,7 juta ton. Berdasarkan Laporan Tahunan 2021, Adaro juga sedang mengeksplorasi batu bara baru melalui anak perusahaannya, Bukit Enim Energi, di Kalimantan Timur. 

Meskipun Adaro kerap memberikan pernyataan jika perseroan akan bertransisi ke bisnis hijau, namun laporan tahunan 2021 Adaro menyatakan bahwa batu bara tetap menjadi DNA perusahaan. Praktik ekspansif bisnis inti Adaro jelas tidak sejalan dengan skenario Net Zero 2050. Bank yang menyatakan telah memiliki komitmen Net Zero 2050, seharusnya berhenti memberikan pinjaman ke Adaro.      

“Sainsnya sudah jelas, untuk menahan suhu di 1.5 derajat, kita harus mulai menghentikan batubara dari sekarang juga. Adaro malah melakukan yang kebalikannya, meningkatkan produksi batubara sambil “dihijaukan”, jelas ini menghalangi upaya global untuk memastikan bumi kita tetap layak hidup,” sebut Melissa Kowara, juru kampanye dari Extinction Rebellion Jakarta. 

Saptaindra Sejati, anak perusahaan Adaro yang bergerak di jasa tambang batu bara, sedang menjajaki  refinance pinjaman sebesar US$350 juta yang akan jatuh tempo Juli nanti. Aktivis mendesak bank-bank untuk menghentikan segala bentuk pinjaman untuk Adaro dan anak perusahaan Adaro, kecuali Adaro menunjukkan rencana yang jelas dan terukur untuk meninggalkan batu bara.

Dampak operasional tambang Adaro ke masyarakat sekitar 

Selain dampak buruk ke lingkungan dan iklim, Adaro juga memiliki jejak penggusuran warga, “penggusuran sering sekali dilakukan oleh perusahaan tambang, seperti Adaro. Bahkan perluasan lahan tambang Adaro telah menghilangkan desa Wonorejo,” sebut Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Selatan. 

Aktivitas tambang Adaro juga diduga berkaitan dengan kerusakan lingkungan dan bencana alam yang terjadi di Kalimantan Selatan. Di tahun 2021, setidaknya 24 orang meninggal, dan lebih dari 113,000 orang terpaksa mengungsi karena bencana banjir. Pembukaan lahan tambang batubara yang merombak tata air alami diduga kuat menjadi salah satu penyebab utama banjir ini. 

Proyeksi demand batubara menurun, meskipun HBA naik 

Pemulihan ekonomi setelah pandemi dan pelarangan impor batu bara Rusia oleh UE mendorong lonjakan harga batubara acuan (HBA) di April 2022. HBA bulan ini mencapai rekor tertinggi di US$288 per ton. Banyak perusahaan batubara, seperti Adaro, meraup banyak keuntungan dari lonjakan harga ini. Namun, dengan keterbatasan pendanaan, lonjakan diprediksi hanya akan bersifat sementara, “harga batubara diproyeksi turun ke US$70 per ton, dipengaruhi transisi energi global dan investasi energi bersih dan terbarukan,” berdasarkan analisa oleh BRI Danareksa Sekuritas. 

“Pasar telah mengirim sinyal jelas. Diversifikasi batu bara tidak cukup, Adaro harus meninggalkan batubara sepenuhnya. Risiko ekonomi dari batu bara sudah menjadi konsekuensi yang sangat jelas. Seluruh perusahaan yang bersikeras untuk tidak meninggalkan batubara akan merugi ke depannya,” tutup Andri Prasetyo, Koordinator di Trend Asia.  

Kontak media:Nabilla Gunawan, Market Forces di nabilla.gunawan@marketforces.org.au

walhikalsel

Non-Governmental Organization

Tinggalkan Balasan