Banjarbaru, 13 Maret 2025 – Data yang diolah WALHI Kalimantan Selatan menunjukan deforestasi yang terjadi pada tahun 2023 hingga 2024 mencapai 146.956,8 hektare di Provinsi Kalimantan Selatan. Kotabaru menjadi Kabupaten terbesar angka deforestasinya yang mencapai 66.155,11 hektare. Disusul Kabupaten Tanah Bumbu dengan luas deforestasi mencapai 35.890,97 hektare.
Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Raden Rafiq S.F.W mengatakan “apa sebenarnya maksud revolusi hijau ini, atau malah legalitas atas deforestasi yang terjadi? Revolusi hijau sering kali hanya menjadi narasi politik yang digunakan untuk meredam kritik publik atas kerusakan lingkungan”.
Walhi Kalsel menilai Pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sering kali menggunakan istilah “revolusi hijau” sebagai alasan untuk membungkus berbagai bentuk eksploitasi lingkungan, terutama dalam kawasan hutan. Program yang seharusnya menjadi solusi atas krisis lingkungan ini diduga justru dijadikan tameng untuk melegitimasi deforestasi dan alih fungsi lahan secara masif.
Program penghijauan yang disebut “revolusi hijau” ini sering kali hanya dilakukan secara seremonial tanpa adanya pemantauan jangka panjang terhadap efektivitasnya. Perbadingan laju deforestasi dengan perbaikan lingkungan melalui kegiatan penghijauan sangat berbanding jauh sekali. Dan juga dalam proses pertumbuhannya memerlukan waktu yang cukup panjang.
Meskipun secara sadar istilah “revolusi hijau” ini menyimpang atau salah kaprah dari definisinya yang lebih dulu muncul yaitu; bahwa revolusi hijau sebenarnya merupakan istilah pada peningkatan atau penggunaan teknologi modern dalam industri pertanian. Namun, di Kalsel Pemerintah memaksakan istilah ini sebagai program penghijauan.
Selain itu, agenda ini sering kali digunakan untuk melegitimasi perizinan eksploitasi lahan hutan dengan dalih investasi dan pembangunan. Pemerintah mengizinkan perusahaan besar, terutama di sektor perkebunan sawit, tambang, dan Hutan Tanaman Industri (HTI), untuk mengambil alih kawasan hutan dengan janji akan melakukan rehabilitasi setelah eksploitasi dilakukan. Namun, kenyataannya lahan yang sudah digunduli jarang dikembalikan sebagaimana kondisi aslinya karena lebih menguntungkan bagi perusahaan untuk mengubahnya menjadi area industri.
Agenda “revolusi hijau” yang salah kaprah ini justru kontaproduktif sebagai langkah untuk memertahankan dan mengembalikan hutan di Kalimantan. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya semakin banyak perusahaan ekstraktif yang tetap beroperasi meski melanggar aturan lingkungan. Lalu lemahnya pengawasan dan sanksi menjadi justifikasi eksploitasi yang berlangsung. Masyarakat adat dan komunitas lokal juga sering kali dikriminalisasi ketika memperjuangkan lingkungan hidup.
Walhi beranggapan jika agenda “revolusi hijau” ini hanya untuk menjadi alat menyamarkan deforestasi, program ini justru sangat nampak sebagai bentuk ilusi hijau atau greenwashing untuk menutupi kejahatan lingkungan dengan citra positif. Pemerintah harus berhenti menggunakan program ini sebagai tameng untuk eksploitasi dan mulai mengambil langkah nyata dalam melindungi hutan yang tersisa.
Walhi mendesak Pemerintah untuk serius melakukan upaya pelestarian lingkungan dengan langkah sebagai berikut :
- Mengusut tuntas dan melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan perusak lingkungan
- Mencabut izin perusahaan yang terbukti melanggar regulasi lingkungan dan hak masyarakat adat
- Review dan Audit seluruh Perijinan industri ekstraktif; Tambang, Sawit, HTI, HPH secara Transparan dan terbuka untuk publik
- Stop pemberian izin baru
- Bentuk badan/lembaga/komisi khusus kejahatan lingkungan, agraria dan sda.
- bentuk pengadilan khusus kejahatan lingkungan.
- Stop solusi energi palsu, wujudkan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkeadilan.
- Akui Wilayah Kelola Rakyat dan jalankan Ekonomi Nusantara yang berkeadilan dan ramah lingkungan
Tanpa perubahan nyata, “revolusi hijau” yang salah kaprah ini akan hanya akan menjadi propaganda kosong untuk menguntungkan segelintir pihak seraya mempercepat kehancuran ekosistem hutan di Indonesia.
Narahubung: 081256650756